KISAH SHOFURA DAN NABI MUSA AS DALAM MENGEMBAN TUGAS DARI ALLAH SWT
A. Pertemuan Shofura dan Nabi Musa as
Saat Nabi Masa pergi dari Mesir, karena
telah memukul hingga mati pengikut Fir’aun, yang sedang berkelahi dengan salah
satu bangsa Yahudi, Musa melarikan diri kea rah timur Mesir tepatnya kota
Madyan. Ketika pertama kali tiba di kota Madyan, Musa tiba di suatu tempat
dimana banyak sekali orang-orang bergerombol, sedang memberi minum terna
gembalaanya. Mereka berebut dengan saling mendorong, berdesak-desakan dan
saling mendahului untuk mendapatkan air minum bagi ternaknya.
Diantara para gerombo; itu, ada dua orang
wanita cantik yang terlihat kerepotan mencega domba-dombanya mendekati air. Kedua
wanita itu bernama Laya dan Shofura, mereka menggantikan ayahnya yang sudah
renta dimakan usia. Biasanya mereka menunggau para penggembala yan laki-laki,
pergi dari tempat air tersebut, setelah itu baru mereka mengambil air untuk
ternaknya.
Melihat dua wanita yang hanya bisa
menunggu, sambil berusaha menahan domba-dombanya untuk mendekati mata air itu,
Musa pun menghampiri mereka untuk mengetahui alasannya.
“Mengapakah engkau berbuat begitu.”
Laya dan Shofura menjawab secara serentak “Kami
tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu
memulangkan (ternaknya), sedang Bapa kami adalah orang tua yang telah lanjut
usianya.”
Setelah mendengat jawaban dari dua wanita
cantik itu, dengan sigap Musa menolongnya untuk mengambil air ternak Laya dan
Shofura. Ambil berdesak-desakkan dengan orang-orang yang juga sedang mengambil
minum untuk ternaknya, akhirnya Musa berhasil juga mendapatkan air itu dengan
cepat. Segra saja ia memnumkannya pada domba-domba milik kedua wanita itu
setelah ia mendapatkan air minumnya.
B. Pernikahan Shofura dengan Nabi Musa as
Begitu
selesai, Musa segera mohon diri dan kembali ke tempat semula disaat ia melihat
dua wanita. Kai ini Laya dan Shofura pulang lebih cepat dari biasanya, dan
tentu saja membuat Ayah mereka (Syu’aib) bertanya-tanya. (Syu’aib di sini
bukanlah Nabi Syu’aib, karena zaman antara Nabi Syu’aib dan Musa sangatlah
jauh. Seperti diterangkan di surat Hud ayat 89, bahwa zaman Nabi Syu’aib tidak
jauh dari Nabi Luth)
“Mengapa
kalian pulang cepat hari ini duhai putriku?”
Kemudian
mereka pun menceritakan pada ayah mereka mengenai peristiwa yang telah
dialaminya hari itu. begitu mendengar cerita anak-anaknya, Syu’aib
memerintahkan salah satu putrinya Shofura untuk memanggil Musa agar bertemu
dengannya.
Seperti
firman Allah : “ kemudian datanglah kepada Mua salah satu dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata : “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu
agar memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” (Q.S
Al-Qashash : 25).
Akhirnya
Musa memutuskan pergi menemui Syu’aib bersama Shofura, saat itu Musaberjalan di
belakang Shofura, dan angin berhembus sepoi-sepoi sehingga memainkan ain yang
di kenakan Shofura. Karena Musa takut akan godaan hawa nafsu, akhirnya Musa
meminta pada Shofura agar berjalan di belakangnya dan Shofura tetap memberi
petunjuk arah jalannya.
Sesampainya
di rumah shofura, ternyata Musa bertemu dengan orang tua shaleh kepadanya ia
menceritan semua hal yangtelah di alaminya selam ini. dan Syu’aib pun berkata:
“Janganlah
kamu takut, kamu telah di selamat dari orang-orang yang dzalim itu.” (Q.S
Al-Qashash: 25)
Shofura
kemudian meminta kepada Ayahnya, agar Musa bekerja padanya untuk mengembala. Karena
ia pikir Musa itu orang yang kuat lago dipercaya, dan mereka sangat membutuhkan
orag seperti. Shofura pun tak mau kalau ayahnya yang sudah tua itu tetap
mengembala domba-dombanya. Sedangkan ia sendiri tidak mampu untuk
mengembalanya, karena ia tak ingin dirinya berdesak-desakan dan bercampur baur
dengan lelaki yan juga sedang menggembala.
Mendengar
ucapan anaknya itu, maka ia menanyakan padanya mengenai Musa. Lalu Shofura
menceritakan betapa kuatnya Musa saat berdesak-desakan ketika mengambil air. Walaupun
dengan raut muka yang mukai memerah dan malu-malu ia juga menceritakan betapa
sopannya Musa. Saat dalm perjalanan ia memutuskan berjalan di depannya ketika
kainnya tertiup angin.
Stelah
mendengr cerita dari anaknya Syu’aib semakin yakin pad Musa, bahkan ia ingin
mengangkatnya sebagai menantu. Hal ini diungkapkan olehnya, dengan beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh Musa.
“Sesungguhnya
aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah satu dari putriku ini, dengan syarat
kamu harus bekerja padaku Selma delapan tahun. Dan jika kau cukupkan sapai
sepuluh tahun, maka itu atas kemauanmu sendiri dan aku tak memaksanya sama
sekali”, kata Syu’aib pada Musa.
Musa
pun menjawab : “ itu adalah perjanjian antara aku dan kamu, maka aan
kusempurnakan janjiku itu dengan tak ada paksaan sama sekali.’ Tak lama setelah
perjanjian itu, Musa dan Shofura menikah dan Musa menepati janjinya bahkan
menyempurnaannya hinhha sepuluh tahu dengan ikhlas dan sabar.
C. Awal Mendampingi Nabi Musa
Setelah
genap sepuluh tahun, Musa merasa rindu akan orang tua dan kampungnya. Ia
akhirnya mengutarakan keinginannya pulang ke kampung halamanya bersama Shofura
pada Syu’aib. Mendengar permintaan itu, Syu’aib mengizinkan anaknya pergi
bersama suaminya ia juga memberi Musa beberapa ekor dombanya.
Setelah
mendapat izin dari mertuanya, Musa segera pergi menuju Mesir. Ketika itu
Shofura dalam keadaan hamil tua dan hampir melahirkan, saat melewati Sinadengan
menyesuri bukit Thur sebelah barat, cuaca sangat dingin, awan mendung, gelap,
petir dan Guntur menyambar yang disertai dengan hujan yang lebat.
Melihat
keadaan itu, Musa hendak mencari api karena korek api dari batu yang di bawanya
tidak menyala. Saat itu juga, ia melihat ada nyala api diatas sebuah bukit yang
tinggi dengan tiba-tiba. Ia segera pergi untuk mengambil api itu setelah
berpamitan, dan berpesan agar istrinya menunggunya.
Dengan
berlari-lari Musa pergi menuju tempat api tersebutm ternyata disitulah awal
permulaan tugas Musa menerima dan menyerukan risalah Allah swt. Sejak saat itu
pula, Shofura memulai kehidupan baru sebagai pendamping setia Musa as dalam
menjalankan syarnya menyerukan agama Allah.
Dikutip
dari :
Majalah
Muslimah Edisi 19/II/Februari 2004.
Tidak ada komentar
Posting Komentar