Header Ads

Header ADS

Cerbung : Sarah dan Hajar



Sendiri dalam keheningan selalu kurasakan dalam hati. Hampa, tak bisa kurasakan apa-apa lagi. Hampir tiap waktu kusibukkan diriku pada urusan dunia yang telah diketahui bahwa itu selalu membuat orang terpukau sehingga lalai pada perintah-Mu.


Telah banyak airmata yang keluar sia-sia hanya karena urusan dunia yang tak sesuai dengan keinginanku. Seribu langkah telah kupijaki pada hal-hal tak berguna.

Lirikan nakal dari sang mata genit, telah berapa kali kulontarkan pada yang bukan mahramku. Rambut kugeraikan indah, biar banyak mata lelaki yang terpukau. Make up kupertebal, supaya dapat mempesona mata elang sang lelaki.

Dosaku telah menggunung tinggi hingga sulit kujejaki. Sampai-sampai aku putus asa apakah Engkau bisa memaafkanku.

Akulah si pendosa itu, yang telah melalaikan apa yang menjadi perintah-Mu. Ketika tiba kesenangan, aku melupakan-Mu, namun ketika kesedihan melandaku, aku berusaha mendekatkan diri, terkadang aku selalu menyalahkanMu dan mengatakan "Mengapa Engkau tidak adil"

Dosaku telah menggunung-gunung. Maafkan hamba yang sebelumnya telah lalai pada perintah-Mu, melupakan semua nikmat yang telah engkau berikan sebelumnya.

Maafkan aku yang baru menyadarinya setelah musibah besar melanda. Benar apa yang banyak orang kabarkan, bahwa penyesalan itu selalu datang terakhir.

Ya Rabb, jika sedetik saja engkau mencabut hidayah-Mu, apa jadinya aku sekarang. Mungkin hatiku sudah benar-benar keras, sulit menerima nasehat-nasehat yang kau berikan lewat pelantara sahabat-sahabatku.

Aku menangis tatkala membaca firmanMu, bahwa kau akan memaafkan hambanya yang bertobat meskipun membawa setumpuk dosa.
Kau begitu Pemurah, sedangkan aku begitu murahan.
Kau begitu Penyayang, sedangkan aku begitu pemarah jika ada yang menyinggung.

Ya Rabb, aku mohon jangan tinggalkan aku.
jangan cabut hidayah-Mu, aku tidak mau menjadi pendosa lagi, aku ingin berubah.
Aku ingin merasakan nikmatnya iman seperti hambamu Rabiah al-adawiyah yang begitu mencintaimu dengan segenap jiwanya.

Izinkan aku mencintai-Mu, memelukmu erat dalam setiap desah nafas do'aku dalam shalat.
Izinkan aku menyayangi-Mu, seperti Engkau menyayangi segenap hambamu.

Aku ingin berubah, ingin lebih dekat denganmu.
Aku mencintaimu, Allah swt.
dan jangan kau cabut hidayah-Mu dariku.

###

Semilir angin pagi menerpa wajah, menerbangkan anak-anak rambut yang terurai. Bau obat-obatan menyelimuti ruangan, suara decitan dari alat pendeteksi detak jantung menjadi melodi yang sangat mencerminkan suasana melowdrama.

"Kenapa kau menangis, Sarah?"

Seorang wanita menghampiriku, aku mendengar suara derap langkahnya semakin mendekat.

"Siapa?" tanyaku.

"Kau sudah melupakan suaraku yah?"

Aku merasakan dia duduk di pinggir ranjangku, memegang tanganku kemudian memelukku dalam parauan tangisannya.

"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu dengan keadaan seperti ini."

Aku merasakan pundakku basah, dia menangis, menangisi keadaanku yang menurutnya prihatin.

"Siapa? mataku gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa."

Aku keheranan dan tak henti-hentinya bertanya. Kembali kudengar tangisannya semakin terisak-isak, sepertinya dia merasakan sakit yang luar biasa, tapi siapa? kenapa dia menangisiku hingga seperti itu.

"Aku Hajar, Siti Hajar Nurilahi, sahabatmu semasa sekolah. Kau sudah melupakanku yah? teganya kau."

Mendengar namanya, suasana mendung meliputi celah-celah mataku dan langsung mengucur deras tak tertahankan seperti tumpahan air dalam bendungan. Aku malu padanya. Semasa sekolah kami begitu dekat, dia selalu memberiku semangat dan nasehat untuk menjadi seorang muslimah yang baik, dia yang menjilbabiku, dia yang mengajariku banyak hal yang tidak aku tahu. Dia begitu baik, perhatian dan agamis, berbanding terbalik denganku yang berpikir liberaris, urakan.

"Maafkan aku, Hajar."

Seketika aku membalas pelukannya dan menangis disana sejadi-jadinya. Suasana haru menyelimuti kami setelah lima tahun tak berjumpa.

"Ajari aku mengaji lagi?" Aku merengek dalam pelukannya.

"Yah itu pasti, akan kulakukan dengan sebaik mungkin, mari tuntaskan pembelajaran kita yang sempat kau tunda."

Hajar kembali memelukku erat serta menciumi pipiku yang masih dibalut perban seraya menangis terisak-isak. Bahkan suster yang menjadi penunjuk jalan Hajar ikut terisak juga.


Bersambung

Original Story : Siti Sarah Hanifah
Writer : Siti Sarah Hanifah

###

Terimakasih sudah membaca karyaku. Jika berkenan, mohon tinggalkan jejak di kolom komentar sebagai bahan evaluasi buat saya ke depannya juga ingin mengetahui reaksi sahabat tentang cerita. Syukron :) :)

###

Temukan penulis di facebook, klik link berikut ini >Siti_Sarah_Hanifah<

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.